Fraksi DPRD Berikan Pandangan Umum Terhadap RAPBD 2018
Jumat, 15 September 2017 | 22:18:11 WIB | Dibaca: 4536 Kali

DPRDPROVINSIJAMBI, Jumat (15/9), menggelar paripurna dengan adenda penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap RAPBD 2018 Pemprov Jambi. Paripurna ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Zoerman Manap dan didampingi wakil ketua lainnya, AR Syahbandar dan Chumadi Zaidi.
Sementara itu, dari Pemprov Jambi dihadiri oleh Wakil Gubernur Jambi dan sejumlah anggota DPRD, Forkopimda, kepala OPD dan tamu undangan lainnya.
Dalam pandangan umum ini, sejumlah fraksi menyampaikan kritik dan saran kepada Pemprov Jambi. Misalnya yang disampaikan juru bicara Fraksi Gerindra, Chairil. Ia menyebut, ada 12 saran untuk Pemprov Jambi dalam pembangunan ke depan.
Diantaranya, pada bidang infrastruktur, fraksi ini meminta perbaikan Jalan Padang Lamo dilaksanakan secara berkelanjutan di 2018, sesuai harapan masyarakat. “Demikian juga jalan Simpang Teluk Nilau-Senyerang serta Senyerang-Tebing Tinggi yang telah menjadi jalan stategis provinsi,” terang Chairil.
Lalu untuk meningkatkan harga Karet dan Sawit, Gerindra meminta ada terobosan yang dibuat Pemprov. Persoalan yang ditemukan, masalah ini terjadi karena akses transportasi yang tidak memadai, sehingga biaya transportasi mahal. “Karena itu Pemprov perlu memikirkan untuk membangun jalan usaha tani atau jalan produksi ke depan,” sebutnya.
Pada bidang kesehatan, fraksi ini mendorong agar Pemprov memiliki fasilitas dan peralatan medis yang memadai di RSUD Raden Mattaher. Apalagi, RS itu merupakan rujukan utama masyarakat untuk berobat. Sebab saat ini alat yang ada di RS itu masih kalah dengan RS swasta, sehingga banyak masyarakat lebih memilih RS swasta.
“Begitu juga MRI yang sudah dimiliki RS ini tapi belum dimanfaatkan. Padahal, biaya perawatan MRI ini per tahun 1,5 miliar, tapi pihak rumah sakit beralasan tak punya tenaga medis dan belum diatur Pergub untuk penggunaanya,” sebutnya.
Bidang pendidikan, fraksi ini meminta rencana pembangunan 1500 RKB baru selama 3 tahun dikejar. Sebab, realisasi saat ini masih jauh dari target, yakni di 2017 hanya terbangun 40 RKB baru.
“Kita juga mengusulkan di 2018 dialokasikan dana Rp 25 miliar untuk pembentukan PT Jamkridda, lalu kita minta keberadaan PT JII dievaluasi menyeluruh karena terus merugi. Bahkan jika perlu dilikuidasi,” sebutnya.
Selanjutnya, untuk program alat berat, menurut fraksi ini, dalam Perda RPJMD 22016-2021 sudah diputuskan Pemprov akan membeli alat berat untuk 3 wilayah, dan pengelolaannya dilakukan dinas PUPR Jambi, tapi pada penganggaran 2017-2018 pengadaan alat berat berubah dalam bentuk belanja bantuan keuangan pemerintah kabupaten/kota dalam komponen belanja tak langsung sebesar Rp 63 miliar tahun 2017 dan 37,4 miliar tahun 2018.
“Pertanyaan kami apa yang mendasari terjadinya perubahan pada pelaksanaan RPJMD yang telah ditetapkan dalam sebuah keputusan bersama itu, mengingat perubahan Perda tentu melalui mekanisme pembahasan sebuah Perda dan sebuah peraturan kepala daerah tidak harus bertentangan dengan Peraturan lebih tinggi, apalagi substansinya mengalami perubahan mendasar, yaitu alat berat yang seharusnya menjadi aset provinsi, namun kemudian berubah menjadi milik Pemda. Belum lagi persoalan operasional, pengawasan, pemanfaatan dan pengelolaanya,” terang Chiaril.
Sementara soal rencana Pemprov membangun Fly Over sebesar Rp 50 miliar. Menurut fraksi ini, perlu diukur sejauh mana urgensinya dalam mengurangi kemacetan di kawasan Sipin Ujung tersebut, karena persoalan mendasar yang kini belum terselesaikan yakni menyempitnya 3 titik ruas jalan Pattimura.
“Hendaknya hal ini lebih diprioritaskan, mengingat manfaatnya lebih besar yang dirasakan pengguna jalan,” tuturnya.
Masalah pembangunan fly over ini juga menuai kritik dari Fraksi Restorasi Nurani. Juru bicara fraksi ini menilai, pembangunan itu apakah memang kebutuhan atau hanya untuk ikon dan estetika saja. “Kalau tidak kebutuhan sebaiknya dievaluasi lagi urgensinya. Kemacetan bisa diatasi dengan pengaturan dan pengawasan lalulintas, serta rekayasa lalulintas,” ujarnya.
Terakhir, masalah Pembangunan Muara Sabak. Gerindra menilai, pada 2015-2016 sudah diprioritaskan Pemda bahkan, telah diupayakan untuk masuk dalam kebijakan nasional. Ini ditandai dengan dana APBN sudah masuk sebesar Rp 10 miliar untuk membangun tiang pancangnya, kemudian dana APBD juga telah dikeluarkan untuk pembebasan jalan menuju pelabuhan. Namun Pemprov kini memilih lebih fokus membangun Muara Sabak.
“Hendaknya bisa dijelaskan, apa alasan terjadinya peralihan pembangunan itu, lalu bagaimana kelanjutan pembangunan Ujung Jabung yang telah diperdakan dalam kawasan strategis Ujung Jabung 2016,” sebut Chairil lagi
Sementara Fraksi PDIP, melalui juru bicaranya El Helwi meminta, RAPBD 2018 Pemprov Jambi dibuat dengan kajian dan perhitungan yang matang. Sehingga perencanaan kegiatan bisa harus sinkron dengan kemampuan keuangan daerah. “Karena itu RAPBD ini perlu dibahas dan disempurnakan lagi,” ujarnya.
Sementara, Juru Bicara Fraksi PKB, Eka Marlina menyorot, masalah penurunan target pendapatan daerah yang cukup signifikan, yakni mencapai 20,36 persen, yakni dari 4,163 triliun menjadi 3,315 triliun. “Apa dasar pertimbangan rasional dan asumsi yang digunakan sehingga terjadi penurunan target yang cukup tinggi terhadap total pendapatan daerah?,” tanyanya.
Juru bicara Fraksi PPP, Hasan Ibrahim menyampaikan, pada 2018 nanti Jambi akan ada Pilkada di tiga kabupaten/kota. Ia meminta Pemprov tidak memihak dan independen, agar yang terpilih kelak sebagai kepala daerah benar-benar orang yang mendapat dukungan rakyat.
Lalu Supriyanto, Juru Bicara Fraksi Bintang Keadilan, meminta Pemprov tetap komitmen pada isi RPJMD 2016-2021. Karena dokumen ini menjadi acuan gubernur untuk menyusun program kerja Jambi Tutnas. “Kepada OPD yang baru dilantik, gubernur juga harus memberikan pemahaman yang utuh tentang RPJMD ini,” terangnya.
Lalu soal alokasi belanja hibah sebesar Rp 33,85 miliar di 2018 juga menjadi sorotan fraksi ini. Mengingat, ada syarat dan ketentuan pemberian hibah. “Kalau tak menunjang urusan wajib Pemprov, sebaiknya dikelola OPD saja, tak perlu dihibahkan,” terangnya.
Begitu juga soal rencana hibah dana alat berat, menurut Fraksi ini, alokasi sebesar Rp 33 miliar atau 2 eskavator per satu kabupaten, sudah berubah dari RPJMD. “Di RPJMD dijelaskan pos pembiayaan pengadaan alat berat melalui belanja modal, bukan bantuan keuangan. Apakah ini tidak akan berdampak secara hukum, sejauh mana kajian yang dilakukan Pemprov,” tuturnya.
sumber: metrojambi.com
Komentar Facebook